Curhat Penyintas COVID-19 Hadapi Stigma dari Tetangga

Ilustrasi COVID-19 (Foto: Edi Wahyono)

Jakarta – Salah satu penyintas COVID-19 Albert Ade menceritakan pengalamannya menghadapi stigma negatif dari tetangganya. Ia mengatakan sempat mendapatkan stigma negatif dari tetangga sekitarnya karena merupakan orang yang pertama kali terkena COVID-19 di lingkungannya.

“Waktu itu kami komunikasi sama pihak RT di komplek, karena di grup WhatsApp di kompleks itu bermacam-macam komentar. Kita yang pertama positif di kompleks itu ya kita terima, ada juga warga yang merasa ketakutan,” kata Ade, yang disiarkan di YouTube BNPB Indonesia, Jumat (9/10/2020).

Ade mengaku merasa wajar saja ada warga yang ketakutan terkait kondisinya. Meski demikian ia menyampaikan ke warga sekitar rumahnya kalau dia tidak melakukan interaksi dengan warga lainnya, selain itu rumah tetangga di kompleksnya pun disemprot disinfektan.

“Tapi ketakutan itu kita kasih tahu karena kita nggak pernah interaksi dengan warga dua minggu belakangan. Jadi masyarakat jangan khawatir karena saya kerja pulangnya selalu dini hari malam, sempat ada ketakutan masyarakat karena rumahnya kita dekat-dekat semua,” ujarnya.

Namun ia menyebut stigma dari masyarakat itu tak sampai membuatnya stres. Selain ade, penyintas pasien COVID-19 lainnya Putri Oktaviani yang mengaku tidak sempat mendapatkan stigma negatif dari masyarakat karena ada tetangganya yang lebih dulu terkena COVID-19 di lingkungannya.

“Sebelumnya di lingkungan rumah ada yang terkena COVID-19 karena lingkungan rumah ada yang mungkin belum paham, belum aware, dengan penyakit ini jadi ada aja obrolan-obrolan tentang itu, orang-orang jadi lebih menjaga jarak dengan rumah yang di dalamnya ada yang terkena COVID-19 itu,” kata Putri.

Ia menilai masyarakat masih butuh sosialisasi terkait penanganan COVID-19 karena menurutnya stigma negatif berasal dari ketidaktahuan masyarakat. Meski keluarganya tak mendapatkan stigma negatif, ia menyebut anggota keluarga lainnya tetap berjaga jarak dengan tetangga lainnya.

“Kalau saya pribadi, saya nggak merasakan tetapi tetap keluarga lebih menjaga jarak dengan tetangga karena mungkin carrier,” katanya.

Sementara itu, psikolog anak dan keluarga, Mira Amir menyarankan agar dapat menghindari stigma negatif bagaimana masyarakat dapat mengalihkan pikirannya ke hal yang positif.

“Lebih baik bukan memikirkan ‘aduh saya kondisinya seperti ini, iya ini mungkin salah saya’. Kita tidak bisa ubah kondisi tersebut namun yang bisa kita atur adalah bagaimana kita tetap merasa nyaman, merasa menerima kondisi kita, merasa bahagia,” kata Mira. (DETIK.COM)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here