Hukuman Predator Seksual Anak Diubah, DPRA Akan Revisi Qanun Jinayat.

Ketua Komisi I DPR Aceh, Tgk Muhammad Yunus. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan

ACEHAKTUAL.COM I Banda Aceh – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) berencana merevisi Qanun (Peraturan Daerah) Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Revisi itu untuk memperberat hukuman terhadap pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Ketua Komisi I DPRA Muhammad Yunus, mengatakan pertemuan dengan berbagai pihak sudah beberapa kali digelar sehingga menghasilkan putusan dari Mahkamah Agung (MA) yang diedarkan ke Mahkamah Syar’iyah di Aceh. Edaran tersebut membedakan hukuman terhadap pezina dengan kekerasan.

“Kalau kekerasan itu lebih arahnya di penjara. Kedua setelah kita mendengar masukan di Qanun Jinayat itu lengkap semua masalah aturan tentang hukumannya,” kata Yunus kepada wartawan, Rabu (3/2/2021).

Dikutip detik.com. DPR Aceh menggelar pertemuan dengan berbagai pihak membahas qanun tersebut pada Selasa (2/2). Dalam pertemuan itu, ada kesepakatan membuat tim kecil terdiri dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh (DP3A), Dinas Syariat Islam, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan serta DPRA.

“Kita dengan kasus cukup banyak tergerak hati kita untuk membuat tim. Tim ini tanpa honor meski ada SK. Nanti kita akan mengkaji ada pasal kalau nggak salah pasal 47 dan 50 di Qanun Jinayat yang harus kita pertajam,” jelas politikus Partai Aceh itu.

Yunus mengatakan, beberapa poin yang akan direvisi itu mulai dari Pasal 47 dan Pasal 50.

Kedua pasal itu terkait pemberian hukuman terhadap pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta pelanggaran syariat Islam lainnya.

Pasal 47 dalam qanun hukum jinayat Aceh mengatur tentang hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak maksimal 90 bulan penjara atau denda paling banyak 900 gram emas murni atau penjara paling lama 90 bulan.

Lalu pada pasal Pasal 50, setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Pemerkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 terhadap anak-diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling sedikit 150 kali, paling banyak 200 kali atau denda paling sedikit 1.500 gram emas murni, paling banyak 2.000 gram emas murni atau penjara paling singkat 150 bulan, paling lama 200 bulan.

Dia menyebut ada kemungkinan Qanun Jinayat direvisi untuk mempertajam pasal-pasal tersebut. Tujuannya untuk memberikan hukuman seadil-adilnya ke pelaku.

“Bisa jadi (direvisi). Kalau memang kurang adil (hukumannya) untuk apa kita pertahankan,” ujarnya.

Karena kan hukum kita itu baik secara Undang-undang Republik Indonesia dan hukum Islam itu kita memberi hukuman ke pelaku seadil-adilnya bukan seberat-beratnya. Jadi di situ ada cambuk, denda, penjara yang mana yang menurut kita,” sambungnya.

Meski qanun berpotensi direvisi, jelasnya, belum ada kemungkinan hukuman kebiri dimasukkan. Menurut Yunus, hukuman kebiri tidak dikenal di dalam hukum Islam.

“Dihukum Islam itu hukum mati dan cambuk dan kita mempertajam tentang hukum yang sudah ada dan kita komit dengan itu. Dan seandainya pun hukum kebiri kita pakai karena peraturan pemerintah tinggal kita Pergub aja,” sebutnya. (parlementaria)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here